Hitam Pekat Bila Disadari

Aku sering melihat bahwa diluar sana, orang-orang terjebak pada hingar bingar kedewasaan mereka. Tak peduli dengan perkataan orang terdekat, sungkan atau tidak, semua bisa terperangkap dalam waktu yang dibuat sendiri.

HITAM
(Jemari merangkak mengelilingi kota)
Suatu waktu, seseorang bertanya kepadaku, "siapa anda". 
Bahkan bukan seseorang, hampir semua orang terutang tanya yang tak sempat ku jawab. Lalu saat orang tersebut bertanya, aku hanya menggaruk leher belakang sembari menjawab, "saya Leo . . ." 
Lalu orang tersebut pergi selamanya setelah sekian lama memukulku sejak dari lahir (tak bisa dipastikan, namun nyata terlewati)
Orang setelahku, setelahnya begitu terus setelah kami, pun merasakan hal yang sama. Mesti kuat dan andil melaksanakan perintah tanpa syarat ketentuan.
Hingga saat ini, suka duka termanifestasi dalam benak dan mengalir dalam jiwa. Tak bisa diubah. Kami yang adalah aku pertama menjadi terasingkan sampai sekarang. 
Atau hanya aku???
Tak pelak menjadi riak dan rival...
Serangkai tapi berjarak. Satu ikatan tapi selalu ditebas keadaan dengan dalih hanya aku yang merusaknya.
Aku bisa saja menyalahkan kehidupan yang terjadi dan sedang dijalani, firasat buruk menyelimuti seluruh penjuru pikiran, namun keadaan ku perlu dibenahi duluan. 
Seseorang tadi andai kata tidak pergi, maka tidak ada yang tau bagaimana jalan cerita kehidupan ini. Oh sudah jelas. . .
Apakah tersiksa??
Entah

PEKAT
(Kota yang tertindih oleh bukit kecil)
Besar tidak selalu identik dewasa. Maka dewasa juga tidak dikecualikan. Umur 25 menuju tak terhingga adalah "salah" tanpa perencanaan. Yaa, aku tau diluar sana lagi-lagi terdapat beribu orang merasa capek diumur jagung. Rezeki berlimpah tapi waktunya tak ada yang tau. Menunggu rezeki?? Salah besar
Orang tersebut bisa jadi berumur jagung saat rezeki tiba. Relakan?? Untuk apa
Ribuan orang punya cerita dan pengalaman yang sama yaitu sama-sama memiliki kesempatan. Aku ?? Aku hanya melengkapi berkas haha. Berkas titipan orang yang pergi tadi. Berkas yang berlembar-lembar tidak akan habis jika dilihat. Satu-satunya cara merasa puas dengan berkas tersebut adalah dengan meleburnya di api. 
Kecil sih jika tidak terlihat, tapi dia nyata. Tak bisa hilang. Kuat arusnya menata rapi di jaringan otak ini. 

Gelimang harta bukan kebanggaan kami. Bahkan kami tak punya. Semua dijual dipakai sebelah. Sekarang yang diperlukan adalah memulai dari nol besar bahwa kami perlu berusaha lebih tabah lagi. 

Terakhir aku berderai dengan lumpur dari kubangannya yang tak bisa dipastikan kapan selesai. 

Ayolah leo


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Asal-Usul ...

TAMPI BERAS (Oneul Mohae)