Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2017

Keberagaman: Hilangkan Stereotip, Bangun Komunikasi

Gambar
Keberagaman yang ada di Indonesia bukan sebuah bencana untuk membangun rasa persatuan dalam hubungan. Kita pasti sering mendengar perkataan seperti itu, baik dalam hubungan personal maupun antar kelompok, dimana ada tekad untuk menjalin kerjasama demi tujuan tertentu. Oleh karena sering terdengar bukan berarti kita menganggap itu sebuah lelucon sehingga selalu dilupakan, tetapi makna yang tersirat adalah adanya upaya tulus mendorong dan menghancurkan lapisan perbedaan selama ini. Kita dapat mengambil contoh, ketika orang dari budaya lain menyimpulkan bahwa semua orang Batak itu keras kepala dan  mulut mereka yang super cerewet, mereka telah terlibat dalam stereotip. Ketika orang Nias menyimpulkan bahwa orang Aceh selalu menghabiskan banyak waktu mereka untuk menaati Qanun dan Syariah, padahal setelah keluar dari teritorial Hukum Aceh, mereka tak menaati peraturan itu lagi; mereka juga sedang melakukan stereotip. Ketika orang-orang mengatakan bahwa Muslim tidak punya waktu mel

Media vs Dialog: Analisis Teori Kritis

Gambar
Globalisasi di dunia telah menimbulkan pergeseran dalam peran media, baik cetak ataupun elektronik: apa yang harus diberitakan dan bagaimana sikap dan perilaku masyarakat dalam pencarian dan penyebaran berita. Pergeseran peran media di Indonesia mulai terasa sejak awal era Reformasi, juga berimplikasi terhadap nilai-nilai yang dianut pemilik dan pengelola media. Etika pemberitaan tidak sekadar menyangkut apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam pencarian dan penyebaran berita, namun juga apa yang baik dan yang buruk, yang bermanfaat dan yang tidak, serta yang pantas atau tidak pantas. Namun semua itu tampaknya tidak saja terikat budaya dan sistem pemberitaan yang dianut namun juga konteks sosial, ruang dan waktu. Dalam konteks media Indonesia, salah satu yang menjadi masalah dalam kehidupan kebhinekaan adalah budaya saling menjatuhkan. Kebiasaan ini memiliki arti yang sangat dalam karena menyentuh kesensitifan untuk menjaga pos masing-masing. Tak terkecuali terhadap media

Catatanku: Mata Najwa on Stage at Medan

Gambar
Ada hal menarik hari ini ketika aku mengikuti salah satu talkshow terbaik di kancah pertelevisian Indonesia, Mata Najwa. Dengan tema diskusi “Kita Anti Korupsi”, minat warga medan sangat besar untuk mengikuti talkshow ini. Yang didominasi oleh kawula muda dari berbagai universitas di Indonesia, menyulut besarnya keinginan untuk menghadirkan acara ini lebih atraktif. Bukan sebagai acara abal-abalan, talkshow ini memecah rekor MURI sebagai Talkshow dengan peserta terbanyak yaitu 13.500 di dalam ruangan. Ssst.. Bukan itu yang menarik perhatian ku dari awal. Adalah temanya yang sangat menyinggung para pemangku jabatan di negeri ini. Seakan-akan menggerakkan massa untuk menolak dengan lantang segala praktik korupsi, talkshow ini juga sebagai kritis keras untuk kasus e-KTP yang hangat dibicarakan saat ini. Aku mengamati sekaligus menganalisa sendiri alur diskusi yang sedang jadi buah bibir para narasumber dan di pandu oleh Najwa Shihab. Narasumbernya  yaitu, Gubernur Sumut, Anggo