Produk Demokrasi: Bigo Live atau Bego Life
Sebuah cerita lah ini ya kan,
kenapa aku membuat judul tulisan diatas agak norak dan terlihat bodoh. Awal perjalanan
sebagai pemakai smartphone, aku diperkenalkan pada banyak aplikasi hiburan yang
sangat membantu proses peremajaan diri, diantaranya: BBM, Line, Twitter,
Instagram, Path, dll. Semua itu adalah wujud lahirnya kebebasan berpendapat
yang tertuang dalam demokrasi dan di semayamkan pada pembuatan aplikasi hiburan
tadi sebagai arena pertunjukkan diri. Disini terlihat adanya unsur pemaksaan,
dimana masyarakat dengan tanpa terkecuali, miskin kaya harus bisa mencicipi
kenikmatan hasil demokrasi ini, dengan mengeluarkan kocekan gulungan dompet dan mendapatkan apa yang sebenarnya
tidak ia butuhkan. Hanya karena dirasa sebagai pemuas keinginan, bukan karena
butuh itu sendiri, masyarakat harus rela
mengorbankan diri pada produk-produk itu.
Bukan mencoba mengambil posisi
sebagai orang ‘kiri’, istilahnya bentuk-bentuk demorasi itu sudah menjadi
masalah dalam negeri dalam hal penggunaanya dalam masyarakat, oleh karena itu
aku ingin menilai itu sebagai pemaksaan kebutuhan yang berbuntut pada arus
deras penyalahgunaan yang berbahaya. Apalagi sangat berpengaruh pada gaya hidup
rakyat indonesia yang kemungkinan besar adalah instan dan intensitasnya bakal
bertambah dengan semakin meningkatnya keberagaman produk demokrasi.
Produk demokrasi disini bukanlah berbau pemerintahan tetapi
aku mengambil makna jika produk itu adalah erat kaitannya dengan berkembangnya
kapitalisme dan unsur kebebasan dengan diboyongnya paham ke-instan-an, dan itu
termanifestasi dalam teknologi dan gaya hidup.
Bigo live....siapa sih yang gak
kenal dengan salah satu produk demokrasi
ini. Selintas jika dibicarakan bigo live adalah aplikasi populer webcam yang
bahkan melebihi dari webcam konvensional. Kenapa? Karena Bigo live adalah
aplikasi ajang pamer diri dengan orientasi ke narsisan dan keuntungan. 2 unsur
ini adalah mengapa Bigo live jadi bahan komplikasiku saat ini, dan juga mengapa
aplikasi ini sangat disenangi oleh kaum manusia berjenis kelamin laki-laki,
Okeh aku bakal jawab sebisa saya,
dan menganalisisnya menggunakan akal sehat karena setiap kata adalah doa. ( Ngomong apa sih aku...)
Bigo live ya, aku agak risih setiap mendengar kata itu. Karena di pikiran saya,
bigo itu mesum. Aplikasi mesum tepatnya, tergantung pemakainya. Banyak orang-orang
disekitarku menggunakan aplikasi ini, menimbun hasrat untuk sebuah siaran
online dari perempuan-perempuan cantik nan seksi. Aplikasi ini mewadahi
kaum-kaum buaya untuk beralih dari teknik konvensional yaitu jumpa libas
menjadi teknik rebornnya para
mucikari. Bigo, jika selama ini dikaitkan dengan peluncurannya untuk hal-hal
positif, itu semakin bergeser dengan nekatnya para pengguna aplikasi ini untuk ajang pencarian bakat. Bakat artis. Artis
esek-esek.
aku tak mau panjang lebar
membahas aplikasi kontroversial ini, karena begitu luas pengaruhnya, apalagi
jika aku mengkritisi, bisa saja aku bakal dipolisikan. Hahaha. Ketika saya online baik itu di laptop maupun hp, selalu
saja ada iklan bigo dan seorang perempuan seksi sedang lenggak lenggok
memamerkan aurat mereka. Dan juga terpampang ajakan untuk mengunduh aplikasi
ini dengan sebutan “ kamu kesepian? Gak zaman lo”. Seakan masiv tapi
pergerakannya sangat intens untuk mengumpulkan massa. Artinya, walaupun sekedar
iklan kere-kere, tetapi jika penempatannya sangat pas bisa menggaet perhatian
publik untuk melihatnya. Apalagi jika itu bertema tubuh seksi. Iklan atau
bentuk sejenisnya sebagai arena pemberitahuan, menjadi alat yang ampuh untuk
memperkenalkan sebuah produk demokrasi, itulah bigo. Bigo yang notabene
hanyalah aplikasi webcam bisa merubah tatanan perhatian publik ke hal-hal yang
bernuansa birahi hanya dengan dukungan pengguna yang kreatif dalam mencari
hal-hal unik.
Dukungan pengguna ini, bukan
sesuatu seperti materi atau apalah itu, tetapi lebih mengarah ke persepsi
keartisan. Pengguna yang ingin terkenal hanya dengan cara instan bisa saja
menggunakan aplikasi ini menampakkan simbol dirinya lewat layar online. Nah disinlah
terjadi hal-hal unik tadi, pengguna yang ingin kali jadi artis seperti youtuber
lainnya mengumbar spot area tubuh mereka dengan kemolekan tubuh nan seksi. Tak bisa
dipungkiri, ini bukanlah sesuatu yang harus dipermasalahkan, ketika orang ingin
terkenal dan ambisinya sangat tinggi dengan menampakkan tubuh mereka, penonton
yang menyaksikkan secara online itu bisa berbuat yang aneh-aneh juga. Rasionalisasinya
kek gini, misalnya pengguna tadi sedang menyiarkan dirinya, memperlihatkan
auratnya, dan yang menontonnya pun pasti suka dan keseringan menyaksikkan itu. Apabila
sudah kecanduan, tak bisa dielakkan, perilaku menyimpang lainnya akan menjamur
dan menjadi masalah sosial yang berbahaya. Lagi-lagi wanita menjadi sasaran.
Pengguna bigo ini, atau lebih
tepat istilahnya broadcaster, yang
jadi acuan sekarang. Pengguna ini adalah rata-rata perempuan. Tak bisa kita
kecualikan, siswi SD, SMP, SMA bahkan tante-tante ikutan memperkenalkan diri
dengan jamuan tubuh yang selalu menarik perhatian. Bigo ini sendiri telah
menciptakan trend terbaru dalam dunia maya dalam hal pornografi, ketika semua
orang berusaha mengkampanyekan internet positif malah di hadang oleh produk
demokrasi ini. Keterkaitan iklan, media sosial dan manusia itu sendiri telah
mengubah wajah moral kehidupan menjadi begitu menjijikkan. Iklan yang berisi
eksploitasi kepada perempuan, media sosial yang penuh kata-kata aneh dan jorok,
dan manusia pengguna itu sendiri yang memasang diri untuk melanjutkan
perjuangan kebebasan telah mengarah pada kehidupan yang tak beretika lagi.
Bigo yang seharusnya pelopor
unjuk kebebasan berekspresi telah disalahgunakan oleh penggunanya dan harus
menanggung kontroversi besar. Jika aku bisa mengartikan penggunanya yang BEGO
atau gak tau cara makenya.
Itu PR kita
Komentar
Posting Komentar