Esensi Tuhan Situasional

Hari ini adalah kedua kalinya aku merasakan kasih Tuhan yang begitu indah lewat perjumpaan dengan orang-orang hebat. Orang-orang hebat disini bukan berarti memiliki jabatan atau karir yang bagus dalam kehidupan mereka, melainkan orang-orang yang penuh dedikasi pada kasih Tuhan dan pengamalan ajaran perdamaian dari Dia yang empunya galaksi ini. Aku dipertemukan dengan mereka yang lebih mencintai perdamaian, berbagi pemahaman akan kebesaran Tuhan dan membuka cakrawala berpikir untuk semakin mengerti siapa kita sebenarnya. Tuhan ku yang Esa adalah Seseorang yang begitu menakjubkan, berbaur dan menunjukan hal-hal mustahil yang manusia bila pikirkan adalah diluar akal. Aku menjadi semakin mencintai Ia yang segala rencananya sedang terjadi dan akan terjadi dan meneladaninya sebagai pembawa perdamaian bagi sesama. Ia sempurna dan penuh aura kemuliaan yang tak siapapun bisa tandingi atau samakan.....
שלום לך

Aku bukanlah seorang yang cakap bicara dan mahir menganalisis sesuatu yang menjadi masalah, tetapi aku hanyalah seorang blogger pemula yang ingin mengkaji sisi hidup ini secara gamblang dengan perspektif anak ‘zaman’ yang serba kekinian dan mengorientasikan diri terhadap sikap kritis terhadap kehidupan. Yap, itu lah aku, menulis adalah hobi yang mengasyikkan, melatih diri untuk memahami orang lain dan menjadi seseorang yang lebih baik terhadap sesama.
Kaitan antara orientasiku sebagai seorang yang percaya Tuhan dengan alasan aku menjadi blogger bukanlah secara eksplisit menjelaskan keberadaan diri untuk karir, melainkan aku ingin menjadikan hobi ku ini sebagai media misi untuk kebaikan sesama manusia. Secara kasat mata memang sulit dimengerti, karena tak bisa dipungkiri kehadiran kita di bumi ini adalah anugerah Tuhan yang maha Esa. Kenapa? Manusia dengan segala akal pemikirannya baik itu rasional, empirik, maupun pragmatis tidak bisa menentang alam dan penciptanya, karena kita adalah bagian dari dunia ini dan juga walau bisa dijelaskan dengan bukti ilmiah, kekuasaan supra yang kadang-kadang tak bisa dilalui oleh ke lima indera manusia haruslah berhenti pada pemahaman bahwa Tuhan itu benar-benar pribadi yang luar biasa.
Esensi kekuasaan Tuhan bukanlah sesuatu yang harus diperdebatkan karena jelas dikatakan dalam Kitab Ayub 36:22, “ Sesungguhnya, Allah itu mulia dalam kekuasaanNya; siapakah guru seperti Dia?”. Disini kita dihadapkan pada arus kebesaran Tuhan yang diluar batas nalar manusia. Manusia hanya memahami apa yang hendak ia inginkan bukan apa yang ia butuhkan. Sehingga pemahaman akan kehadiran Tuhan dan segala kebajikannya cuma sebatas simbol dan bakti yang sesungguhnya harus tertinggal seiring perkembangan rasional otak manusia, karena itu juga dianggap terlalu kuno. Kembali lagi pada kajian ke-Anak Zaman, yang terwujud dalam konsumsi tinggi akan hidup sekarang ini, Tuhan hanya dianggap sebagai bumbu bukan hasil akhir dari sebuah masakan yang sering disajikan mewah. Ngeri melihat kehidupan sekarang ini, ketika dunia butuh kemajuan yang lebih besar, tuntutan untuk semakin berpikir rasional harus giat dicanangkan, sehingga terciptalah apa yang ada dalam pikiran manusia “surga itu seperti bar tempat dugem, bukan surga yang sering dikhotbahkan atau dakwahkan kaum religi”. Dalam QS At-Takasur:1-2, “bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur”, saya memahami ada sebuah pesan yang ingin disampaikan ayat ini yaitu dunia sekarang yang penuh intrik kebebasan melakukan sesuatu sebagai hak pribadi dan menjadikan orang lebih leluasa bertindak semena-mena. Itu tanpa memperdulikan lagi arti penciptaan kita yang sebenarnya sebagai ciptaan yang berharga, berakal dan serupa dengan Dia, kita merusak seluruh citranya, mengabaikan dia yang mempunyai dunia ini serta menjadi lebih apatis terhadap perdamaian yang ingin dicapai.
Sekali lagi, perubahan zaman akan selalu berakhir pada kedua keadaan yaitu, baik dan buruk, atau teratur dan suka-suka. Ini lah perdebatan yang harus dipecahkan dengan jalan memahami tujuan hidup kita didunia ini. Apakah sekedar lahir, sekolah, bekerja, tua dan akhirnya masuk liang lahat? Saya pikir itu adalah pemikiran yang salah terhadap arti hidup yang sebenarnya. Hidup bukan sekedar pemahaman ya hidup tetapi lebih kearah apa arti dan apa yang harus kita lakukan dihidup ini. Lebih jelas dikatakan dalam QS Al-An’am: 162 “ katakanlah, Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam”. Kembali hidup dipersoalkan adalah milik Allah dan setiap hembusan nafas kita adalah pemberiannya (Kejadian 2:7).
Keadaan dunia dan masyarakat yang semakin kompleks menyebabkan arah esensi kekuasaan dan kehadiran Tuhan digantikan dengan yang lebih memberi bukti nyata, artinya teknologi yng mumpuni memberi kelegaan. Walaupun Marx menyatakan bahwa Agama adalah candu tetapi dalam kurun waktu yang singkat Agama hadir sebagai korban lagi karena pengikutnya semakin meninggalkannya dan lebih percaya pada hal-hal yang rasional. Kebanyakan yang terjadi adalah penggunaan status beragama dan meyakini  keberadaan Tuhan dilihat hanya sebatas situasional, artinya ada perlunya saja. Jika saya boleh berpendapat, Tuhan pasti sedih melihat hal ini. Tetapi Tuhan maha tahu apa yang akan terjadi kedepannya sehingga perlu digarisbawahi, segala sesuatu yang akan dan telah dikerjakan manusia, Tuhan sudah lebih dahulu mengetahui itu dan mempersiapkan konsekuensi yang berarti sebagai pemulihan atau penyadaran. Manusia hanya sebatas keperluannya saja tetapi Tuhan melihat sesuatu yang lain dari keperluan itu yaitu kesetiaan akan kepadaNya.

Yang ingin saya ungkapkan disini adalah, Tuhan hadir dalam setiap apa yang dipikirkan manusia baik itu sebatas dunia nyata maupun sebatas doa. Karena Tuhan hadir dalam hati manusia, seharusnya juga manusia sadar akan jati dirinya sebagai bait Allah. Ilmu pengetahuan boleh saja menjadi prioritas hidup, tetapi soal iman dan keyakinan batiniah adalah hal serius yang perlu kita dalami sebagai manusia yang tak sempurna. Jangan menjadikan status beragama layaknya angin sepoi-sepoi di pantai yang hanya ada perlunya saja, tetapi wujud nyatanya adalah pengamalan yang terbaik dengan perhitungan kita bukan siapa-siapa di hadapannya. Sekali lagi, Tuhan itu maha Tahu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Asal-Usul ...

TAMPI BERAS (Oneul Mohae)