Stigma Japan Adult Video [ Konvensional dan Postmodern ]
Annyeonghaseyo ...
Setidaknya aku
menyapa para pencipta Globalisasi dan Trendsetter dunia. Mereka telah berupaya
dan menghasilkan sesuatu yang bisa kita nikmati sekarang ini, baik itu yang halal
maupun haram, atau campuran keduanya HalRam. Dan sebagai penikmat, kita hanya
bisa mengamini apa yang ada karena kita juga termasuk yang mewadahi pergerakan
mereka. Konsumtif tepatnya.
Film Porno,
bukanlah suatu kata yang asing kita baca atau dengar setiap melakukan aktivitas
sehari-hari. Bahkan bagi orang tertentu yang sudah candu, itu menjadi bagian
kehidupannya dan tak bisa dihalangi kecuali kematian. Firasat buruk yang ada
dipikiranku sekarang ini bukanlah tentang filmnya, tetapi reaksi para
penikmatnya yang berlebihan hanya dengan selintas seseorang tidak sengaja
mengatakan “ ada film gak ? “. Seakan terbebani dengan ucapan itu, seorang
temanku yang bahkan tak tahu dengan itu,
malah merespon dengan penasaran tingkat dewa “ kok bisa ya ? keren, bagilah? “.
Nah, itu lah yang akan menggantikan posisi Narkoba. Jika selama ini narkoba memegang
ranking 1 kehidupan instan nan nikmat, maka akan digantikan dengan maraknya
film porno profesional atau amatir. Dan selesai.
Jujur, sebagai
manusia yang tahu mana yang baik dan benar, aku penasaran dengan film porno dan
reaksi yang ditimbulkannya secara massal pada masyarakat yang minim
pengetahuan. Begitu mudahnya menyentuh lubuk hati yang paling dalam (ah yang
bener aja lu tong), meningkatkan rasa solidaritas antar pecandu, dan satu
lagi membantu perekonomian para penjual kartu paket Internet. Karena
sejujurnya,di era keterbukaan informasi yang tinggi ini, bahkan sekalipun
pemerintah sudah memblokir akses terhadap konten porno, tetap saja daya pemerintah
akan kalah terhadap para pecandu yang bakal mengusahakan segala cara
mendapatkan film aneh itu di berbagai media.
Siapa yang tidak
mengenal JAV atau lebih dikenal dengan Japan Adult Video. Dilihat dari
pengertiannya, Video Jepang Dewasa, sudah pasti dibenak kita mengarah kepada
hal-hal dewasa yang hanya boleh diakses oleh mereka yang cukup umur. JAV bukan
hal tabu bagi masyarakat jepang pada umumnya, karena legalitas produksinya
sudah diizinkan di negara ini. Segala bentuk kegiatannya tidak ada halangan
atau pertentangan dari negara atau rakyatnya, bukan seperti di Indonesia yang
masih memegang penuh harkat ke-adatistiadatan yang tinggi. Di Jepang, JAV
adalah sumber penghasilan yang cukup tinggi karena menjanjikan kehidupan yang
layak bagi para anggotanya. Namun hal yang menarik dari produksi film porno
jepang adalah, film itu sendiri hanya boleh diakses oleh mereka yang resmi
sudah dewasa (umur 20 tahun), kehidupan pribadi para aktor dan aktris pornonya
yang dirahasiakan dari khalayak ramai (walaupun sebagian sudah diketahui siapa
pemerannya tapi itu karena permintaan sang pemeran), dan yang terpenting adalah
JAV atau yang berbau dengan hal porno sangat diharamkan bagi orang-orang
konvensional struktural (nah istilah yang
begini nih yang aku suka)
Mengapa?????
Karena, orang-orang konvensional memegang apa
yang menjadi statuta norma dan nilai dalam masyarakat yang implementasinya
disemarakkan dalam kehidupan sehari-hari. Makanya ketika sesuatu hal yang
berbau aneh, asing, bertentangan dengan konvensi yang sudah ditetapkan itu
mencuat keatas, itu akan menjadi pertempuran ideologi dan prinsip. Misalnya
saja dengan merebaknya globalisasi media dan keterbukaan informasi, maka tidak
terkecuali gangguan-gangguan yang signifikan yang terwujud dalam konten kenikmatan
akan berhadapan dengan peraturan norma yang berlaku di masyarakat. Mirisnya,
aturan-aturan norma dan nilai yang sudah berlaku akan bergeser arah pada adanya
pembiaran karena dianggap sebagai perjuangan menerima hak yang harus dipenuhi
oleh pihak-pihak yang sudah lama terikat pada tirani norma yang kuno.
Kita boleh sepakat
mengatakan kejahatan seksual didalangi oleh pengaruh porno dan segala tontonan
yang mengaitkan perempuan dan keutuhannya. Konten porno yang tersebar di
iklan-iklan siaran, buku bacaan dan apapun itu sudah memengaruhi gaya hidup
yang instan di kalangan penikmatnya. Tak terkecuali genre JAV adalah penyebab
anehnya kejahatan seksual di indonesia belakangan ini. Bukan secara langsung
sih menyebabkan kriminal tetapi inspirasi melakukan kejahatan seksual bisa saja
di awali dengan pembicaraan mengenai JAV dan porno. Orang yang menyukai porno
bagi seorang postmodernis, bukanlah hal tabu, karena itu berkaitan dengan
kebebasan dan hak dan lebih pentingnya adalah adanya HABITUS yang dibentuk oleh
penikmatnya sebagai upaya untuk mempertahankan diri dari kungkungan penerimaan
diri melalui paksaan norma yang berlaku dalam masyarakat. Dan juga industri JAV
adalah pertarungan para anggotanya dalam memposisikan diri sebagai aktor arena,
karena JAV bukanlah satu-satunya genre porno dalam industri kenikmatan.
Sehingga bisa disebut Habitus untuk para penikmat sudah terintegrasi atau
berkesinambungan dengan pola perilaku para aktor arena JAV. Misalnya,
orang-orang yang menikmati porno ingin seperti aktor porno melakukan apapun
yang diadegankan. Makanya dari sinilah muncul inspirasi dan motiv untuk
melakukan kepuasan sendiri lewat tindakan asusila yang belakangan ini marak
diberitakan.
Bisa saja orang
berpikir bahwa JAV itu adalah seni yang menghiasi media gelap. Tetapi media ini
sudah tak terkendali dengan tergerusnya norma yang semakin dibiarkan
terbengkalai. Penempatan JAV sebagai hiburan instan bukan malah diumbar-umbar
dalam media sosial yang juga dipenuhi para pendatang baru, anak-anak. Aku
sempat meringis menyaksikan ketika aku tak sengaja melihat 2 orang pelajar SD
sedang asyiknya menonton adegan panas di warnet, pengen negur tapi gimana,
disampingnya berdiri juga pemilik warnet nonton berjamaah. Seakan pembiaran
dari orang dewasa kepada juniornya. Sakit loh....lebih sakit dari diputuskan
kekasih ..... #janganbaper ini serius hahaha.
Oleh karena itu
rekan-rekan manusia, pintar-pintarlah menggunakan media, gunakan semaksimal
mungkin untuk tujuan kebaikan, bukan menciptakan degredasi moral.
#salamproses
Komentar
Posting Komentar