Manona’ö

Manona’ö...
Bagi kebanyakan orang, kata ini asing untuk dibaca atau dipahami karena belum pernah ada dalam KBBI. Lah lu kira punya elu tuh bahasa..hahaha.
Dan bagi ononiha atau istilah nya jika di bahasa indonesiakan, orang nias, kata Manona’ö adalah kata yang sangat penting artinya. Mengapa?. Manona’ö artinya adalah pamitan. Pamitan disini bukan dalam arti sekedar pamit lalu pergi, tetapi, bagi masyarakat nias manona’ö dimaknai sebagai pemberian diri seutuhnya untuk diberkati kemanapun melangkah dengan tujuan mengharapkan sesuatu yang baik. Manona’ö biasanya dilakukan oleh anggota keluarga dengan mengunjungi keluarganya dan keluarga besar lainnya ( kakek, nenek, bibi paman, dll). Kegiatan ini sudah menjadi tradisi dalam keluarga Nias, karena mengandung hubungan yang saling mengakrabkan, kekeluargaan dan memberkati.
Dalam kehidupan sehari-hari, keluarga Nias juga tidak sekedar memaknai manona’ö sebagai pamitan tetapi istilah itupun diperuntukkan dalam hubungan memberi informasi yang up to date. Disini pengarahan informasi didasarkan pada adanya anggota keluarga yang datang ke rumah sanak saudarnya dengan tujuan memberi info terkini yang berkaitan akan adanya suatu pesta pernikahan, kematian, bayi yang baru lahir atau sanak saudara yang baru datang dari perantauan. Istilah ini tidak lah sama dengan memberi undangan dalam bentuk kertas, tetapi bisa dimaknai sebagai komunikasi personal antar keluarga dekat dan jauh guna pengaplikasian tutur adat.
Yang menarik adalah, ketika proses penyampaian Manona’ö terjadi, haruslah anggota keluarga yang bersangkutan, dan sejauh yang saya amati sebagai suku nias, Manona’ö tidak boleh melalui media (HP dan sejenisnya). Karena dianggap sebagai tindakan yang menjauhkan keakraban keluarga. Ini sangatlah berlawanan dengan konsep perubahan zaman sekarang yang serba teknologi canggih dengan logo mendekatkan yang jauh, tetapi yang harus diambil hikmahnya disini adalah Manona’ö bertujuan untuk menegaskan adat kekeluargaan yang face to face supaya terbentuk dan lestari hubungan antar personal.
Lalu bagaimana dengan mereka yang diperantauan sana?
Kembali ke pengertian Manona’ö tadi yang artinya pamitan, sebenarnya anggota keluarga atau sanak saudara yang merantau sudah melalui atau memberi diri lewat pamitan. Jika merantau, artinya segala tindak tanduk kita diluar sana adalah cerminan dari keluarga, maka dari awal sebelum merantau harus mendapat restu dari keluarga lain dengan cara memberi tahu akan pergi dan mendapat berkat dan doa dari sanak saudara yang ditinggalkan. Nah dari sini lah istilah Manona’ö mendapat bagian objek karena langsung pada tempatnya dan dilakukan pada hari itu. Bertemu sanak saudara haruslah secara personal, hakikinya adalah melihat wajah terakhir kalinya supaya terus diingat dan mendapat sesuatu (biasanya uang). Pemberian sesuatu bukanlah kewajiban, namun sebagai bentuk kepedulian akan keluarga yang akan pergi.
Keceriaan dan tangis akan didapat saat Manona’ö. Keterbukaan diri untuk saling menerima anggota keluarga besar menjadi budaya yang penting dan harus dilestarikan saat ini. Tujuannya tak lebih dari mewujudkan tutur adat yang masih dipegang sehingga menjadi landasan dalam menjalankan hidup. Manona’ö adalah sebahagian dari tradisi keluarga nias mencintai adatnya, walaupun secara objektif dipandang sebagai aktivitas biasa tapi mengandung pelajaran saat ini untuk melawan budaya zaman yang individualisme dan tak saling menghargai. Zaman boleh diikuti, adat pun tetap dipelihara.

 #visitsouthnias
 #visitsumut
the big house
love from me












Komentar

Postingan populer dari blog ini

TAMPI BERAS (Oneul Mohae)

Kacang! Ngacangin! Dikacangin

Mendekati Cita