Refleksi 2 Mei
Kamu,
Iya Kamu Loh: Pendidikan
Dulu,
guru menghukum muridnya dengan berdiri didepan kelas dan mengangkat satu kaki
atau dua kaki (wah ajaib nih anak).
Lelah, malu, tak jarang ada juga yag diberi pelajaran dengan sekedar memukul
supaya tidak mengulanginya.
Namun seiring bergeraknya arus zaman,
pola pikir mulai beranjak dari tempatnya, dan ditambah dengan statement tentang kemanusiaan
anti-bullying ternyata membuat perubahan yang cukup signifikan dalam cara
mendidik murid. Saat ini, guru tidak boleh menghukum anaknya dengan hukuman
fisik. Bahkan belakangan ini muncul peraturan tentang kekerasan verbal dan non
verbal. Yang artinya, baik kekerasan fisik maupun ucapan tidak dizinkan lagi. Bahkan,
guru lebih ditekankan untuk tidak memberi hukuman secara mental, namun membangun
semangat dan motivasi peserta didik untuk belajar.
Secara
teori, peraturan ini adalah sebuah revolusi bagi murid. Tak hanya orang tua,
komunitas anti kekerasan dan perlindungan anakpun menyambut keputusan ini.
Namun,tidakkah kita menyadari
efeknya??
Hal
yang paling kentara adalah hilangnya sikap sopan santun, respect antara murid
dan guru. Tidak jarang kita melihat justru seorang murid berani membentak,
membangkang, bahkan tidak menghormatinya sebagaimana mestinya.
Justru hal ini mulai berbalik antara
siapa yang membutuhkan dan dibutuhkan. Jika dulu murid butuh guru, saat ini
guru yang butuh siswa (teori feedback:
gaji kali ya). Terkesan guru yang bekerja untuk siswa. Sedangkan siswa
sendiri? Bodo amat katanya. Hahaha. tawa
lu nyet.
Tak hanya itu, saat ini banyak siswa
yang jadi membenci gurunya sendiri. Karena dia mencontek saat ulangan, lalu
dikeluarkan dari ruang ujian, eh malah gurunya dimaki-maki di medsos, seperti aku bakal buat meme kalo lagi kesal.
Bahkan orangtua pun mendukung. Ckckck... mungkin
karena terlalu mencintai putra-putrinya, sehingga apa yang dikatakan anaknya
selalu dianggap benar. Sudah didaftarkan di tempat bimbel ternama, pulang jam 8
malam, eh nilainya masih c+.
Anehnya,
kebanyakan orang tua siswa akan menyalahkan gurunya. Mempertanyakan mengapa
anak kesayangannya mendapat nilai c+. Padahal, anaknya memang yang tidak
peduli. Ketika gurunya membuka sesi remedial, si anak justru main ke mall atau
nge-Dota di warnet. Karena sering dimanja oleh orangtua seperti dikasih
fasilitas mobil (padahal belum punya SIM), diperbolehkan pulang jam 2 pagi, dan
lainnya. Si anak justru semakin membangkang. Dimulai dari pacaran dan clubbing
setiap malam, dan akhirnya hamil diluar nikah.
Mo
ko contohnya? Cok ko tengok aja Sumatera
Utara. Bukannya bersyukur UN uda selese, mereka justru pada konvoi, dengan mobil
bapak mamaknya, dan ketika ditegur polisi malah marah-marah sampe mengancam.
Kan kampret !
Hmmm, pada akhirnya sang orangtua
menyalahkan pihak sekolah dan sistem pendidikan yang ada. Karena mereka terlalu
sibuk untuk sekedar mendidik anaknya. Ujung-ujungnya? Si orangtua akan menuntut
pihak sekolah agar memberikan pendidikan moral kepada peserta didik.
Fenomena ini akan terus terjadi dan
mengakibatkan tidak adanya respect antar manusia. Jangankan yang lebih tua,
saat ini generasi kita terlalu banyak mencaci di medsos. Hal ini menjadikan
manusia semakin individualis.
Jika tidak dijalankan secara benar,
sistem pendidikan kita justru memacu siswa untuk individualis dan apatis.
Pendidikan seperti pelajaran yang diberikan guru dengan menghukum secara fisik
tidak seharusnya dihapus secara total. Namun lebih dibatasi dan diukur takarannya.
Hal ini sangat berpengaruh terhadap sikap anak didik nantinya.
Selain itu yang perlu ditekankan
seharusnya bukan melulu akademik, tapi moral. Indonesia tidak kehabisan orang
pintar dan cerdas. Namun indonesia minim orang bermoral. Itulah sebabnya banyak
orang cerdas di negeri ini, namun serakah untuk dirinya sendiri.
Aku yakin kali, yang menjadikan
bangsa ini maju adalah siapa yang dengan tulus dan ikhlas akan membangun negeri
ini. Pelajaran budi pekerti seperti itu seharusnya jadi materi pokok pendidikan
kita. Setidaknya dengan adanya orang bermoral di negeri ini, kasus korupsi akan
sedikit teratasi.
Salam
Sosiologi... !!! Uber Allez !!!
www.bnr.nl |
Komentar
Posting Komentar