Negeri Kaya yang Semu

Negeri Kita ?

Konon, sejak tahun 2000, kita memasuki era globalisasi jilid ketiga. Globalisasi pertama (1492-1800) bermula pada perjalanan Christoper Columbus mematahkan dunia tak berujung, menjadikan bumi berukuran medium. Globalisasi kedua (1800-2000) merupakan arena industrialisasi dan hegemoni perusahaan multinasional, membuat dunia makin kecil. Pada era globalisasi jilid ketiga, bumi kian menciut. Dunia kian mengecil, makin dekat, datar dan rata tanpa hambatan (the flattering of the world)
Globalisasi akhirnya menjadi kisah heroik, awal keberhasilan, berita tentang mereka yang sukses dan menang. Lantas, bagaimana nasib mereka yang tersisih dari hiruk pikuk globalisasi, tersingkir dari gebyar modernisasi, yang gagap pengetahuan dan teknologi??? . . .
Krisis multidimensi (SARA, Politik, Hukum, Ekonomi) ini seolah-olah merupakan benang kusut yang membuat seluruh sendi-sendi bangsa ini menjadi stagnan, bahkan berantakan dan amburadul.
Di Indonesia konon membuat mobil buatan negeri sendiri tetapi malah tak percaya akan buatan sendiri. Korupsi tak pernah padam. Klaim penggalakan dan program indah UKM senantiasa cemerlang. Pada saat yang sama konsumsi produk luar negeri tak mampu dibendung. UKM pun mengambil tempat tenang dan bersiap-siap meditasi. Di Indonesia yang merdeka, banyak warga hidup terjajah, terlilit kemiskinan permanen, terpencil didaerahnya sendiri, miskin infrastruktur, buta huruf, minim fasilitas kesehatan, daya beli rendah, rela mati demi uang Rp. 100.000, serta berebut mengais rejeki keluar negeri menjadi TKI..
Sebaga bagian dari masyarakat bumi pertiwi, aku bangga karena negara ini pernah disebut sebagai negara yang gemah ripah loh jinawi. Artinya, negara yang memiliki kekayaan alam melimpah ruah tanpa ada habisnya hingga tujuh turunan. Kita tak akan pernah bisa kekurangan, kelaparan dan kemisikinan karena dilempar saja kayu korek api bisa berubah jadi singkong. Jika kita mau menengok, rasanya kekayaan itu tidak akan pernah habis. Apalagi ditambah dengan banyaknya tambang-tambangbminyak yang sering ditemukan dibeberapa daerah.
Tetapi, faktanya. Dengan negara yang luas ini kita masih mengimport beras... mana ada negara yang sumber minyaknya berjumlah ratusan, tetapi malah mengimport minyak ?. sedangkan negara tetangganya yang puny sumber minyak dibawah 10 biji, mampu menjadi negara negara produsen minyak dengan perusahaan minyak dalam kategori 10 terbaik dan terbesar didunia. Bahkan ketika terdengar bahwa diperbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur ditemukan ladang minyak blok Ceou yang diperkirakan 2,2 juta barrel, tetapi kenapa sumber minyak ini justru dikontrakkan ke perusahaan asing seperti Exxon Mobil, Unicol, Caltex dan sebagainya ? Bahkan mereka mendirikan SPBU di Indonesia, dan yang dijual adalah minyak yang sebenarnya milik sendiri ?? Ironiskah ? Kekayaan alam di negeri sendiri digali kemudian dijual lagi ke kita. Apa tidak lucu ? Padahal barang tambang dan hutan adalah milik umum yang seharusnya dikelola negara untuk kesejahteraan rakyat.
Mana ada negara yang kekayaan wisatannya tiap jengkal berjumlah ratusan macam, tetapi tidak mampu mendatangkan turis walaupun kemuculan turis panas-panas tahi ayam, sedangkan tetangganya hanya negeri pulau kecil tetapi mampu mendatangkan turis dan segala macam sehingga negara kecil itu GNP nya 50 kali lipat GNP negara ini. Bangsa ini justru menghancurkan tanah airnya, memperkosanya habis-habisan, mengkhianatinya terang-terangan.
Kondisi kehidupan masyarakat sekarang tidak bisa berubah, walaupun hidup di negeri yang mewah. Adakah manusia yang salah mengaturnya? Atau kita tidak mempunyai hak untuk mendapatkan sedikit saja kemewahan itu ? Lantas untuk siapakah kemewahan negeri ini disediakan.
Demikianlah, bangsa ini terus mencari dan menemukan identitasnya sebagai sebuah bangsa (state identity). Kebimbangan untuk mengidentifikasikan diri sebagai bangsa yang jago di bidang agraris, bahari atau teknologi masih saja menjadi perdebatan. Mau dibilang bangsa yang agraris tapi pertaniannya, perkebunannya, maupun perhutanannya tidak juga menunjukkan kemajuan. Dikatakan sebagai bangsa bahari, tetapi nelayan kita miskin dan dibiarkan mengarungi samudra membelah lautan dan pingsan ajaib. Disebut sebagai bangsa modern, tetapi tidak punya keahlian khusus di bidang ilmu pengetahuan teknologi. Tahunya memakai.

Jangan lagi berkabung negeri ditambah dengan saling menyalahkan dan menjatuhkan, mencari kambing hitam. Musuh-musuh kita ada di dalam diri kita sendiri. Nasib bangsa kita berada ditangan kita sendiri, jangan berharap pertolongan dari luar

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagaimana jika...

“Pro Ecclesia Et Patria” dan “Rahmatan Lil Allamin”

Mendekati Cita