Dunia Sportif
Dilema Suporter Sepakbola
![]() |
| kamu keren banget tadi cuk.... |
Aksi
kekerasan kelompok pendukung sepakbola (suporter istilah kerennya) masih sering terjadi di
buminya Indonesia. Pemicu aksi kekerasan
suporter sepakbola di Tanah Air bisa bervariasi, wasit yang dipandang
tidak adil, kekalahan tim, perkelahian antarpemain, provokasi antarsuporter,
sampai jatah tiket yang tidak mencukupi. Adegan pengeroyokan wasit, perusakan
sarana dan prasarana di stadium, serta bentrokan antar pendukung fanatik sering
kali sulit dielakkan. Hal ini memberi warna buram pada industri olahraga
sepakbola sebagai kompetitif sportif.
Mengapa suporter sepakbola terus mereproduksi kekerasan ?
Hmmm... mari kita gunakan alat bedah sosiologi (eaaaak)...
#Kontruksi Penghakiman
Para
pendukung sepakbola biasanya memiliki komunitas yang menjadi tempat bertemu,
berbagi cerita, dan memupuk solidaritas. Melalui komunitas itu pula setiap
anggota menikmati seluruh pengetahuan yang disosialisakan oleh struktur
kelembagaan didalamnya. Struktur kelembagaan yang tampilkan biasanya oleh
orang-orang yang lebih dahulu mapan didalamnya, akan terus mereproduksi
pengetahuan kolektif yang dianggap benar. Pengetahuan yang dianggap benar ini
akan menilai diri komunitas dan komunitas lain.
Disiplin
ilmu sosiologi memberi pengertian bahwa yang dianggap benar ini di konstruksi
dalam bentuk identitas. Identitas diri adalah kebenaran objektif,
sedangkan identitas orang lain adalah
subjektif dan salah.
Kebenaran objektif ini mengakar kuat
dan sering juga menjadi legitimasi penghakiman terhadap identitas lain (a constructed judgement). Penghakiman
terhadap identitas lain dilakukan melalui pengatributan tertentu. Peristiwa ini
sekarang dan dimanapun pemberian atribut ini diambil dari konstruksi
penghakiman yang sudah mapan.
Para
komunitas suporter misalnya, memberi atribut bahwa wasit bersikap tak adil atau
berat sebelah dalam mengatur pertandingan akan terjadi di dalam dan di luar
proses pertandingan. Bagi komunitas suporter sepakbola, wasit di Negeri kita
sulit untuk tidak berlaku tak adil. Suatu konstruksi penghakiman terhadap
identitas wasit. Akibatnya, gejala yang dianggap sebagai sikap berat sebelah
wasit selama proses pertandingan akan segera mendapat reaksi komunitas
suporter. Kasus pembatalan gol atau pemberian kartu merah dalam
banyak kasus dipandang sebagai gejala tebang pilih walit. Konstruksi
penghakiman ini menemukan daya dorongnya dari fakta bahwa kebanyakan anggota
komunitas suporter sepakbola adalah
kalangan masyarakat miskin yang frustasi. Frustasi ini mendorong a constructed judgement menjadi aksi
kekerasan dengan pemicu-pemicu tertentu. Seperti yang sering terjadi dalam
berbagai pertandingan sepakbola di Nusantara ini.
Konstruksi
penghakiman melalui pemberian atribut tidak hanya terhadap wasit, namun
terhadap identitas lain yang hadir dalam proses pertandingan. Jika pertandingan
sepakbola adalah ruang sosial denga berbagai kelompok identitas, kita menemukan
identitas wasit, pemain, komunitas suporter, kelompok panitia penyelenggara,
sampai aparat keamanan. Bisa dipastikan bahwa pengatributan antarkelompok identitas
mewarnai setiap bentuk interaksi selama durasi pertandingan . antarkomunitas
suporter konstruksi penghakiman biasanya emnciptakan atributisasi kelompok lain
sebagai musuh. Simbolisasi bisa muncul dalam varian gerakan tubuh, tulisan,
maupun ucapan. Pemberian atribut antarkomunitas suporter dan terhadap wasit
dalam banyak kasus merupakan dinamika yang paling riskan menciptakan aksi
kekerasan.
#Pendidikan Perdamaian
Aksi
kekerasan pada gilirannya adalah hasil dari konstruksi penghakiman mengenai
identitas lain. Identitas wasit Indonesia, identitas pendukung lain, sampai
identitas para pemain sepakbola sendiri. Konstruksi penghakiman pada dasarnya
adalah hasil proses sosialisasi terus-menerus. Fakta ini menyebabkan setiap
pertandingan sepakbola di Indonesia selalu terancam berbagai aksi kekerasan.
Sanksi-sanksi dalam bentuk pertandingan tertutup dan di luar kandang hanya akan menunda aksi kekerasan. Karena
sanksi itu tidak akan mentransformasi struktur kesadaran komunitas suporter
sepakbola. Menghadapi kenyataan ini, program pendidikan perdamaian menjadi
sangat penting.
Lembaga
kompeten untuk pendidikan perdamaian komunitas suporter sepakbola ialah PSSI
dan pengelola setiap tim kesebelasan di daerah. Sayangnya, lembaga kompeten ini
masih belum memiliki komitmen melakukan pendidikan perdamaian. Selama ini
lembaga tersebut terkesan abai terhadap
masalah kekerasan komunitas suporter.
Pada
dasarnya pendidikan perdamaian memilik dua tujuan utama. Pertama,
mengkonstruksi kesadaran yang mampu melihat berbagai realitas sosial
perlu dijelaskan dan diselesaikan dengan tindakan nir-kekerasan.
Kesadaran ini akan menciptakan suspension
of judgement. Yaitu proses menghentikan konstruksi penghakiman melalui
pengurangan berbagai stigma negatif.
Proses yang dilakukan untuk menghasilkan suspension of judgement adalah dengan
menyertakan berbagai komunitas suporter
dalam satu pendidikan perdamaian.
Sehingga terbangun kesalingpahaman mengenai dimensi subjektif identitas lain.
Kedua,
pendidikan perdamaian akan mendorong komunitas suporter ikut berpartisipasi
menciptakan conflict governance.
Dengan ini, komunitas memiliki kapasitas
mengoptimalkan lembaga legal yang bisa dimanfaatkan untuk mengkompalin
ketidakadilan. Seperti ketika wasit dipandang tidak adil dalam melaksanakan
tugasnya. Komunitas memiliki kapasitas menggunakan kelembagaan yang bisa
menyelesaikan komplain mereka.
Sampai
disini, pendidikan perdamaian seharusnya menjadi program bagi pihak-pihak
berkompeten. Setelah pendidikan perdamaian, hala lain yang penting adalah
profesionalitas dan sistem tanggap keamanan. Panitia yang profesional akan
mereduksi berbagai kejadian yang bisa menjadi pemicu aksi kekerasan. Dari
masalah penjualan tiket sampai penunjukkan wasit yang profesional. Adapun
sistem tanggap keamanan yang baik bisa menahan aksi kekerasan pada skala kecil
tatkala aksi kekerasan tiba-tiba muncul ke permukaan.

Komentar
Posting Komentar