Indahnya perbedaan

MEREKA YANG BUKAN SAUDARA DALAM IMAN, ADALAH SAUDARA DALAM KEMANUSIAAN
(Sayidina Ali Bin Abi Talib R.A)



Kita Bersaudara
Masyarakat pada zaman ini sangatlah sensitif akan sesuatu ketika itu menyinggung hal yang ia yakini selama ini. Proses yang terjadi seakan timbal balik dengan kenyataan bahwa masyarakat yang toleran akan terus di ganggu oleh kelompok intoleran.
Namun yang harus dilihat adalah, keberadaan rasa kesensitifan itu berkaitan erat dengan perdamaian yang telah disepakati. Ada saat kesepakatan itu terguncang dengan hal sepele yang berujung pada perombakan nilai dan norma yang sudah ada sebelumnya. Salah satu rasa kesensitifan itu adalah SARA. SARA sudah mendarahdaging untuk di perbincangkan setiap generasi, seakan itu jadi kewajiban untuk di kembangkan permasalahannya.
SARA lahir karena ada yang harus dipertahankan kehadirannya, SARA tak ingin di usik tetapi bila terusik akan memunculkan gelombang konflik yang hebat karena menyangkut sendi kehidupan bermasyarakat. Sehingga ketika itu bergetar sedikit saja, maka gelombangnya akan menyebar memunculkan rasa kekacauan sosial. Ada istilah yang mengatakan “bukan hanya perang yang berdarah-darah dapat mengacaukan sistem kehidupan, tetapi hal kecil mengenai SARA bisa menyulut kebencian mendalam yang berujung perang massal”
5 hari yang lalu, tepatnya Hari Raya Paskah bagi umat Kristen dan Katolik dunia, kembali tradisi sejarah terulang kembali. Pemimpin Hirarki Gereja Katolik Paus Fransiscus mencuci dan mencium kaki pengungsi Muslim di Italia. Anda tahu itu kenapa ? ini bukan soal pencitraan Katolik, tetapi orang-orang yang waras dapat melihat sebagai tekanan kepada para pelaku konflik SARA untuk berhenti membuat onar. Artinya, dalam hal ini Paus memberi contoh untuk saling menghormati sesamanya manusia bhakan itu yang berbeda keyakinan atau ideologi darinya.
“kita bersaudara”, kata Paus Fransiscus sambil mengasuh dan mencium kaki pengungsi Muslim dari Suriah. “Gesture” (isyarat) perdamaian ini dilakukan Paus Fransiscus saat misa menyambut Paskah di Kamp Pengungsian perang Suriah di Castelnuovo di Porto, di pinggiran kota Roma Italia.
Paus fransiscus itu mengumpulkan 12 pengungsi termasuk 3 muslim Arab sebagai “simblois” mewakili umat muslim dunia, mempersilahkan mereka duduk di kursi yang sudah disediakan, lalu sang Paus mulai membasuh dan mencium kaki mereka satu-persatu persis seperti adat penghormatan kepada orangtua di negara kita.
Paus sedang mencium kaki salah seorang pengungsi

Paus fransiscus mengatakan bahwa ia melakukan itu sebagai respon Tragedi Bom di Brussel Belgia, menyampaikan pesan damai kepada dunia dan para pelaku SARA agar tidak terprovokasi oleh aksi teroris yang mengatasnamakan Islam yang ingin menghancurkan persaudaraan (fraternitas) kemanusiaan.
“meskipun kita beda budaya beda agama, tapi kita semua bersaudara, mari kita hidup dalam damai”, Paus menambhkan. Paus mencium kaki pengungsi muslim satu persatu sebagai pesan PERSATUAN melawan sentimen anti Muslim (islammophobia) akibat kelakua terorisme global yang mengatasnamakan Islam.
“kita semua, muslim, hindu, katolik, protestan dan semua agama adalah SAUDARA, anak-anak dari Tuhan yang sama. Kita harus bisa hidup harmonis dalam kedamaian” tambah Paus.
Jujur, ketika membaca pernyataan itu, saya tergerak untuk berpikir positif akan perbedaan yang tiap hari saya lihat. Paus menyampaikan pesan PERDAMAIAN dengan tak ragu sedikitpun mencium kaki pengungsi Muslim.
Didunia memang selalu ada 2 sisi dan tidak bisa terpisahkan. Di satu sisi orang melihat kebaikan sebagai hal yng harus dilakukan namun di sisi lain orang melihat kebaikan sebagai suatu kebodohan dan pencitraan. Terserah apa penilaian masing-masing orang terhadap hal itu, namun satu hal yang penting adalah bagaiman kita menilai sesuatu disitulah diri kita sebenarnya.
Perdamaian, kasih dan persaudaraan harus dibentuk bersama-sama dari berbagai komponen umat manusai, karena dengan pemahama keselarasan dan perdamaian, isu SARA bisa di tekan. Memang tidak mudah untuk membangun itu, namun janganlah berhentu melalukannya hanya karena orang memberi nilai negatif.
Saat ini agama tidak bisa merubah karakater manusia yang bobrok, karena justru dengan pemahaman agama yang tidak dilandasi dengan karakter yang benar justru agama dapat di cap negatif.




Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagaimana jika...

“Pro Ecclesia Et Patria” dan “Rahmatan Lil Allamin”

Mendekati Cita