Story About Seminary

WE ARE “KAZOKU”
Jauh dari Mentawai
Datang tak ramai
Cita” ingin tercapai
Apa boleh buat, sakit harus dirasai
Jauh dari Nias
Banyak sok-sok banyak hias
Di seminari harus di libas
Semuanya tinggal ampas
Jauh dari tanah dewa
Membawa roh tak berjiwa
Biantoro dari jawa
Di undang lucu, maunya tak tawa
Jauh dari madina
Ke seminari dia terlena
2 bulan di hajar-bina
Muncul hati merana
Jauh dari Tebing tinggi
Anggap sepele di tambah lagi
Kesini masih jadi bibit ragi
Jangan sempat orangtuamu rugi
Jauh dari Manduamas
Ke seminari, tak tau apa itu kertas
Pengorbanan orang tua harus kau balas
Jangan sampai panggilanmu lepas
Jauh dari Sorkam
Langkahmu jangan padam
Ke sini jangan berdiam
Dan jangan  tanam rasa dendam
Jauh dari Medan
Jangan hanya bisa jalan-jalan
Ke sminari nafsu harus di tahan
Panggilan harus dilipatgandakan
Jauh dari Sosa
Banyaklah berbagi rasa
THS, sisksaannya perkasa
Tapi cobalah untuk tidak merasa
Jauh dari Flores
Jangan anggap semuanya beres
Jika disana suka menderes
Disini imanmu di tes
Jauh dari Siantar
Orang bilang mereka tak gentar
Apaguna bila tak pintar
Apa guna bila tak teratur
Orang batak orang nias
Orang mentawai orang flores
Kita disini satu asas
Menjadi orang tegas
Seminari tempat belajar
Bukan gudang orang bertengkar
Seminari tempat calon pastor
Buka cita” es campur
Seminari tujuannya berdikari
Bukan tujuannya mencuri
Seminari tujunnya mencari
Hal” yang bersifat ilahi
Ini hanya rumor
Tapi sangat bermakna kotor
Jangan sangka ini ide longor
Amanatnya cari tahu sendiri
 
OSIS ( ORGANISASI SYNTAKSIS INTRA SEMINARI )

Cat : Hmmm . . lagi-lagi tentang puisi. Ini pantun yang aku buat saat kelas Grammatika (kelas 1 SMA). Di seminari ada pembagian jadwal tingkatan mana saja yang mengisi kreasinya di Mading setiap minggu. Ketika giliran tingkatannya bertugas, maka semua anggota tingkatan itu akan berlomab-lomba membubuhi karya mereka di mading.

Aku yang saat itu, masih anak baru namanya, masih melihat-lihat dulu. Tak tahunya, mungkin di curahi Roh Kudus (hehehe), aku mengambil bagian mengisi mading. Aku meraciknya dengan sedikit komedi kritis, yang pada akhirnya semua kakak seniorku dan teman-teman memuji hasil karya ini (mungkin kalo di liat ya, puisi diatas gak seberapa, banyak anehnya, hahaha). Dan yang membuat aku bahagia yaitu, puisi itu di terbitkan ke majalah Keusukupan Sibolga. Wah, senengnya. Sejak saat itu, aku makin semangat buat puisi atau pantun. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagaimana jika...

“Pro Ecclesia Et Patria” dan “Rahmatan Lil Allamin”

Mendekati Cita