Catatanku: Mata Najwa on Stage at Medan
Ada hal menarik hari
ini ketika aku mengikuti salah satu talkshow terbaik di kancah pertelevisian
Indonesia, Mata Najwa. Dengan tema diskusi “Kita Anti Korupsi”, minat warga
medan sangat besar untuk mengikuti talkshow ini. Yang didominasi oleh kawula muda
dari berbagai universitas di Indonesia, menyulut besarnya keinginan untuk menghadirkan
acara ini lebih atraktif. Bukan sebagai acara abal-abalan, talkshow ini memecah
rekor MURI sebagai Talkshow dengan peserta terbanyak yaitu 13.500 di dalam
ruangan.
Ssst..
Bukan itu yang menarik
perhatian ku dari awal.
Adalah temanya yang
sangat menyinggung para pemangku jabatan di negeri ini. Seakan-akan
menggerakkan massa untuk menolak dengan lantang segala praktik korupsi,
talkshow ini juga sebagai kritis keras untuk kasus e-KTP yang hangat
dibicarakan saat ini. Aku mengamati sekaligus menganalisa sendiri alur diskusi
yang sedang jadi buah bibir para narasumber dan di pandu oleh Najwa Shihab. Narasumbernya
yaitu, Gubernur Sumut, Anggota DPRD
Sumut, Ketua KPK, Dosen PUKAT UGM, dan Menteri Hukum dan HAM.
Korupsi bukanlah
masalah baru dan asing di negeri kaya ini. Seolah-olah korupsi adalah budaya
dan kearifan lokal yang selalu dipelihara dari beberapa generasi dan dijadikan
panduan dalam berdemokrasi. Apa dikata, rakyat dianggap bodoh oleh mereka (koruptor)
dan dijadikan bahan lelucon untuk memuaskan nafsu haramnya. Seperti kasus
Korupsi e-KTP belakangan ini yang menyeret banyak politisi dan pejabat negara
dan rata-rata itu adalah anggota DPR pada periode sebelumnya. Dengan hasil
jarahan hampir setengah dari biaya operasional proyek e-KTP, mereka
membagi-bagikannya kepada sesama teman seperjuangan. Aku tidak menggeneralisir
bahwa Anggota DPR itu semua tidak ada yang benar, tetapi persepsi masyarakat
Indonesia akan kehadiran mereka sudah tidak percaya lagi. Bayangkan saja, itu
uang rakyat loh, senaknya saja mengambil dan menggunakannya serta
membagi-bagikan kepada kolega. Yang jadi bahan renunganku adalah, apakah rakyat
peduli bahwa uang mereka sedang dicurangi oleh orang-orang senayan? Aku pikir,
rakyat peduli tapi mereka seakan sudah bosan karena korupsi berputar
dilingkungan DPR itu juga.
Sekali lagi, birokrasi
pemerintah tidaklah becus lagi oleh mereka yang bernaung atas dasar nafsu
belaka. Aku setuju ketika pak Tengku (Gub.Sumut) mengatakan bahwa yang seharusnya
diperbaiki itu adalah sistemnya, tetapi itu ditanggapi balik oleh salah satu
narasumber, bahwa bukan sistem yang harus dirombak, tetapi juga adalah
pemahaman pejabat tentang posisi mereka. Mereka adalah orang-orang kepercayaan
rakyat Indonesia untuk membantu rakyat mengeluarkan aspirasinya. Tapi dipermainkan.
Ditambahkan juga, pada saat closing statement, perwakilan Universitas Medan
Area mengucapkan “ apa gunanya sistem dan birokrasi bagus, kalaulah Moral
pejabatnya tidak betul”. Ini kembali mengingatkan kita akan program dan misi
Presiden RI “Reformasi Mental”, seharusnya ini digiatkan sebagai pedoman
berdemokrasi. Selama ini, para pejabat negara hanya berkutat pada operasi “Balik
Modal”, yang artinya, mereka menggunakan segala cara untuk mengembalikan uang
mereka yang sudah dihabiskan selama praPemilihan. Balik modal ini, jika
dipersepsikan sebagai upaya mendapatkan kembali duit dengan cara menggunakan
alur Anggaran dan berbagai Proyek tersembunyi. Dari ungkapan narasumber, aku
bisa mengerti bahwa lika-liku permainan politik indonesia ini begitu rumit
bahkan menyentuh rasa kekelurgaan. Rasa ini menguatkan antar pejabat bahwa mereka
berjuang bersama mendapatkan uang untuk di korupsi bersama sebagai perjanjian
kolega. Arena permainan ini bermuara pada rancangan Anggaran. Seperti kasus
e-KTP, sampai sekarang belum ada selesainya karena tertahan pada kekurangan
dana operasional untuk mementahkan segala sarana dukungan pelaksanaan e-KTP. Dalam
rancangan Anggaran e-KTP banyak diselipkan proyek yang hanya menumpang nama
saja dan diakui bahwa permainan ini dilakukan oleh anggota DPR dan pejabat
lainnya. Sehingga operasional e-KTP tersendat pada dana yang tidak
terdefinisikan.
Aku melihat,
proyek-proyek yang direncanakan selama ini hanya sebagai tolok ukur untuk balik
modal tadi. Proyek hitam itu seperti kejahatan serius untuk ditindaklanjuti.
Pak Tengku selaku Gub. Sumut mengedepankan operasi transparansi jalannya
pemerintahan diantaranya e-budgeting yang dimarakkan lewat teknologi. Sekali lagi
upaya ini hanya bermakan definitif saja, karena pelaksaan nya bakal mengalami
hantaman keras dari mereka yang sudah terbiasa melakukan permainan uang haram. Disini
terlihat ketika kita bergerak maju atau mundur sama saja kita mengalami
kesalahan. Tapi yang penting adalah prosesnya dan ketegasan menghadapinya. Selama
menyaksikan talkshow tadi, agak risih ketika dengan semangatnya mengatakan “Kita
Anti Korupsi”, lihat saja dalam kehidupan sehari-hari. Begitu banyak
benih-benih para koruptor. Sebagai mahasiswa, rutinitas yang selalu terlihat
bagiku adalah ketika mahasiswa yang tidak hadir kelas, menitip absen kepada
teman akrabnya dan temannya itu mengiyakan juga. Nah, ini penyakit bangsa
Pancasila ini, karakter kekeluargaan versi negatif masih tetap eksis. Saat mahasiswa
tidak hadir kelas karena kemalasannya, dia menghubungi teman sepermainnya untuk
membatunya, yang notabene bila diartikan karakter saling membantu dalam
kesusahan ini adalah benih untuk saling membantu yang pada akhirnya memunculkan
perjuangan untuk mencuri uang rakyat jika sudah jadi pejabat.
Upaya untuk menangkal
benih-benih korupsi ini sedininya digalakkan kepada kawula muda. Perjuangan seharusnya
untuk memperbaiki bangsa ini dari segala permainan bejatnya dibebankan kepada
mahasiswa. Yap mahasiswa. Begitu semangatnya para mahasiswa mengikuti talkshow
kali ini juga harus semangat memberantas segala praktik benih korupsi.
Karena indonesia ini
sudah terlanjur terkena penyakit kearifan lokalnya sendiri.
Komentar
Posting Komentar