Tau Sama Tau La Yah, Gak Usah Banyak Bacot


Menyikapi Rumah Makan yang dipaksa Tutup dibulan Ramadhan
Seminggu sudah saudaraku umat Muslim menjalankan puasa, dan itu terlihat dari kegiatan sehari-hari yang selalu diawali dengan sahur bersama keluarga atau pribadi dan diakhiri dengan buka bersama. Aktivitas ini bukan sebuah hal asing bagi kami yang Nasrani, karena kami juga memiliki agenda rutin walau tak seketat saudaraku Muslim. Suasana keakraban yang terjalin saat-saat seperti menanti Ramadhan inilah yang menguatkan masyarakat multi-lapisan saling menghargai kegiatan masing-masing. Menunjukkan sikap toleran menjadi kewajiban demi menjaga koalisi non formal ini karena dengan adanya saling pengertian dan pemahaman maka segala bentuk dan tindak ketidaknyamanan dapat ditekan.
Kembali ke konsep toleran, rumus yang terlihat adalah saling menunjukkan sikap tau sama tau la yah, gak usaha banyak bacot. Mungkin kalimat ini terdengar tidak mengenakkan, malah memekakkan telinga, karena konsep pemahaman yang muncul nantinya berbeda antar orang. Nah, disini kalimat itu berarti: ada upaya untuk saling mengerti walaupun unjuk kegiatannya tidak diatas hitam putih. Ini khususnya di lini kehidupan beragama Indonesia yang beragam. Kerentanan terusiknya sebuah kegiatan keagamaan oleh setitik api bisa mengundang angin dan petir datang. Dan itu tak akan terbendung oleh hujan karena akar permasalahannya mengusik rasa fanatik tiap orang. Oleh sebab itu muncul kalimat tadi sebagai penyeimbang dan penasehat. Bukannya menghadirkan rasa kebencian tapi, istilah ini lahir untuk menyadarkan semua pihak bahwa konsep toleran, menghargai setiap agama harus digalakkan, agar percikan api tidak muncul kembali.
Okeh, kita mau ngambil satu topik bahasan yang baru-baru ini merebak di dunia pemberitaan Indonesia yaitu Rumah Makan yang ditutup di Bulan Ramadhan.
Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia. Oleh karena itu setiap kali bulan Ramadhan datang, rakyat Indonesia akan disibukkan dengan berbagai ibadah untuk meraih berkah pahal sebanyak-banyaknya, termasuk puasa Ramadhan. Walaupun mempunyai penduduk dengan mayoritas Islam, Indonesia masih memiliki 5 kepercayaan agama yang diakui. Lalu dengan adanya warung-warung makan yang buka pada saat bulan puasa, apakah itu suatu masalah yang harus ditindak ?
Sadar atau tidak, dengan menutup warung-warung makan dalam rangka menghormati umat Islam, kita sendiri yang telah melanggar hak rakyat yang juga membutuhkan makan. Memangnya kalau kuli bangunan itu wajib puasa ?
Kalupun sebagai umat Islam ingin dihormati ketika puasa, tentunya juga harus menghormati mereka yang tidak berkewajiban melaksanakan ibadah puasa. Karena penyebab utama yang mengganggu ibadah puasa bukan warung makan, namanya juga menahan hawa nafsu, jadi bagaimana caranya menahan diri untuk tidak makan disaat yang lain makan, dan bagaimana menahan diri dari perbuatan yang membatalkan. Apa keimanan cuma sekedar melihat warung makan buka lantas kamu masuk dan ikut makan ? Jika memang berpengaruh berarti bukan salah rumah makan itu, tetapi imanlah yang harus dibenahi.
Biasanya walaupun buka, warung makan pinggir jalan juga tetap menghormati dengan cara menutup jendelanya menggunakan garden atau kain, supaya bagi yang berpuasa tidak merasa tergoda dengan aktivitas yang ada didalamnya. Salah satu kantin di Kampusku yaitu kantin FIB juga menerapkan cara itu, yang notabene juga sebagai langkah menghargai mereka yang lagi berpuasa.
Lalu kenapa hanya warung-warung makan pinggir jalan yang ditutup ? kenapa tidak dengan warung makan atau restoran di mall-mall ? Banyak dari mereka secara terang-terangan membuka tempat makan tanpa dihalangi selembar benangpun ( hahaha kain kali, macam abis merkosa).
Mental dan pola pikir kita yang salah, yang bayar pajak mahal yang dilindungi tetapi warga dipinggiran harus kena sikat cuma karena pola pikir yang semu. Terus gimana caranya para pengelola rumah makan ini dapat untung selama bulan puasa ? mereka butuh dana untuk lebaran juga kan ? dan mereka juga butuh biaya untuk hidup mereka. Jadi kalau ditutup ya sama saja menghalangi rejeki mereka.
Maka dari itu,sebaiknya dipikirkan lagi apa dengan cara menutup warung makan disiang hari ketika bulan puasa itu sesuatu yang dibenarkan ? atau hanya arogansi pemerintah ? Rakyat pinggiran dipertaruhkan oleh sebuah kekuasaan yang hanya menguntungkan satu kelompok tertentu. Dan kita sebagai penikmat kasus seperti ini setidaknya menghargai keberagama situasi Indonesia sekarang ini yang malpraktik toleran. Ckckck.


#salamsosiologi

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Asal-Usul ...

TAMPI BERAS (Oneul Mohae)